Senin, 13 Maret 2017

Penerapan Farmakoekonomi di Indonesia


Farmakoekonomi adalah bidang studi yang mengevaluasi perilaku atau kesejahteraan individu, perusahaan, dan pasar relevan dengan penggunaan produk farmasi, jasa, dan programs. Fokusnya adalah sering pada biaya (input) dan konsekuensi (Hasil) dari penggunaannya. Farmakoekonomi membahas aspek  klinis, ekonomi, dan humanistik intervensi kesehatan, sering digambarkan sebagai Model ECHO. (Holdford 2010)
Suatu lembaga atau fasilitas kesehatan dalam menjalankan operasional sehari hari memiliki keterbatasan dalam hal dana, peralatan, fasilitas, sumber daya manusia (tenaga yang memiliki keahlian tersebut). Oleh karena itu, fasilitas kesehatan atau lembaga tersebut harus membuat skala prioritas agar tetap dapat menjalankan pelayanan kesehatan. Pemilihan obat merupakan salah satu hal yang masuk dalam skala prioritas, namun juga harus mempertimbangkan aspek efikasi. Aspek efikasi yaitu tercapainya outcome terapi yaitu pasien mendapatkan kesembuhan setelah mendapat terapi. Perlu adanya penerapan prinsip dari farmakoekonomi untuk mencapai hal tersebut. Farmakoekonomi mempertimbangkan efektifitas dan juga biaya dapat membantu pembuat kebijakan mengambil keputusan. Farmakoekonomi digunakan sebagai pedoman untuk memilih obat yang rasional dengan manfaat yang paling tinggi (Kemenkes 2013). Aspek farmakoekonomi yang dilihat antara lain Decision analysis, Cost Minimization Analysis, Cost Effectivenes Alanysis, Cost-Benefit Analysis, Cost Utility Analysis, dan Cost Ilness Evaluation (Budiharto & Kosen, 2008.)

            Pemilihan dan  pendataan obat baru sudah diterapkan pada berbagai negara, seperti Malaysia, Korea, Thailand, dan Philipina. Meningkatnya pembiayaan obat dalam skala nasional, Farmakoekonomi  harus diterapkan supaya tersediaanya obat-obatan yang terbatas dapat dimanfaatkan dengan optimal seiring sudah diterapkannya Jaminan Kesehatan Semesta  atau JKN (Kemenkes 2013). Pada Tingkat nasional, Farmakoekonomi diterapkan pada penyusuunan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), Formularium Jamkesmas, Formularium Nasional, Obat Program, Asuransi Kesehatan, dan sebagainya. Pada Tingkat Daerah (Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten, dan Kota) Farmakoekonomi diterapkan pada pemilihan obat yang digunakan pada Pusat Kesehatan Masyarakat di tiap kecamatan. Pada Fasilitas layanan kesehatan baik di Rumah Sakit, Farmakoekonomi digunakan untuk  menyusun Formularium Rumah sakit dan memilh obat untuk digunakan dalam terapi.  Formularium merupakan satu hal yang utama dalam pemberian obat yang rasional. Penerapan tersebut dilakukan oleh tim pada setiap lembaga misalnya di tingkat pusat penysuunan DOEN dilakukan oleh Komite Nasional, di PT Askes dilakukan oleh Tim Evaluasi obat, Panitia Farmasi dan Terapi di Rumah sakit, dan Tim Pengadaan obat Terpadu pada Dinas Kesehatan. Disarakan untuk tim-tim tersebut untuk mengikuti pelatihan farmakoekonomi supaya diperoleh presepsi yang sama Apabila belum adatim yang dibentuk maka perlu dibentuk tim tersendiri dan dari tenaga kesehatan seperti dokter dan apoteker dari sebuah lembaga pelayanan kesehatan  yang memiliki keaahlian farmakoekonomi. Akan lebih optimal apabila beberapa ahli seperti Epidemiolog, farmakolog, dan ahli statistik ikut serta dalam menjalankan penerapan farmakoekonomi ini supaya didapatkan hasil pemikiran dan kajian yang komprehensif. (Kemenkes, 2013)

Daftar Pustaka
Holdford, D. a. (2010). Pharmacoeconomics: From Theory to Practice. Advances in Colloid and Interface Science (Vol. 74).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi. Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53). https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Budiharto, M., & Kosen, S. 2008. Peranan Farmako-Ekonomi Dalam Sistem Pelayanan.Buletin Penelitian Sistem Kesehatan (Vol 11 No 4)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar