Selasa, 30 Mei 2017
Rabu, 17 Mei 2017
Tugas Farmasi Klinik: Faktor Penyebab Medication Error Pada Pelayanan Kefarmasian Rawat Inap Bangsal Anak Rsup Prof. Dr. R.D. Kandou Manado
PENDAHULUAN
“National
Coordinating Council for Medication Error Reporting and Preventing (NCC MERP)
mendefinisikan Medication Error sebagai kejadian yang dapat menyebabkan
penggunaan obat yang tidak tepat atau menimbulkan bahaya terhadap pasien,
sementara obat tersebut diawasi profesional kesehatan, pasien, atau konsumen
yang sebenarnya dapat dicegah. Kejadian semacam ini terkait dengan praktik
profesional, produk perawatan kesehatan, prosedur, dan sistem, meliputi prescribing; order communication; product labeling, packaging, and nomenclature; compounding; dispensing; distribution; administration; education; monitoring; dan penggunaan obat”. (NCC MERP, 2017)
STUDI KASUS
Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Yosefien Ch. Donsu1, Heedy Tjitrosantoso dan Widdhi Bodhi dengan judul “Faktor Penyebab Medication Error Pada Pelayanan Kefarmasian Rawat Inap Bangsal Anak RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado” bertujuan untuk mengetahui penyebab Medication Error
pada fase prescribing, dispensing, dan administration pada
rawat inap bangsal anak RSUP Prof,Dr.R.D. Kandou Manado. Pada penelitian ini
dilakukan penelitian survey deskriptif dengan teknik pengambilan data menggunakan
kuesioner yang dibagikan kepada apoteker, asisten apoteker, perawat dan dokter
yang berada di rawat indap bangsal anak RSUP Prof. Dr. R.D.Kandou Manado. Data
yang didapat dianalisis dengan menggunakan analisis univariat.
PEMBAHASAN
Pada Fase Prescribing
sumber utama medication error adalah faktor beban kerja tenaga kesehatan. Dari data yang didapatkan
responden menyatakan rasio antara beban kerja dengan sumber daya manusia tidak
seimbang. Kualitas pelayanan berkurang apabila beban kerja semakin
meningkat. Tulisan dokter yang tidak
dapat dibaca , resep yang tidak lengkap, pencahayaan yang kurang, gangguan
telepon, dan permintaan obat secara lisan dapat menyebabkan medication error
disamping alasan utama yang telah disebutkan.
Pada
Fase Dispensing faktor
edukasi dan komunikasi merupakan penyebab medication error. Dari data
yang disebutkan responden menyatakan pernah ada obat yang diterima dari depo
farmasi tertukar terutama untuk obat LASA (look alike sound alike).
Perbekalan farmasi yang kurang baik juga merupakan faktor yang
menyebabkan medication error. Apabila obat yang diperlukan oleh pasien
tidak tersedia maka hal ini dirasa merugikan bagi pasien. Dari segi lingkungan,
area khusus dispensing obat dirasa sangat diperlukan untuk menghindari kesalahan saat dispensing obat. Gangguan saat
bekerja juga dirasakan bagi responden
seperti dering telepon yang berbunyi secara tiba tiba.
Pada Fase administration
responden mengeluhkan beban kerja yang tidak seimbang dengan jumlah SDM. Beban
kerja yang tidak seimbang juga akan meningkatkan resiko medication error.
Responden juga mengeluhkan seperti gangguan kerja yang disebabkan oleh dering telepon, edukasi yang
kurang terkait dengan waktu pemberian obat sehingga menyebabkan obat sering
diberikan pada waktu yang tidak tepat, jarak
antara depo farmasi dan bangsal yang terlalu jauh serta komunikasi antara
tenaga medis dan keluarga yang kurang baik akibat keluarga yang kurang
kooperatif.
DISKUSI
Dari uraian diatas menurut kelompok kami medication error yang
terjadi dapat dicegah dengan electronic prescribing . Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh David et al. (1999), electronic prescribing dapat
menurunkan frekuensi medication error yang dapat merugikan pasien.
Penurunan frekuensi medication error dapat terjadi akibat permintaan
obat yang terstruktur dan dapat diperiksa kembali (double check). Penelitiannya pada tahun 1998 juga menemukan
bahwa menggunakan sistem electronic prescribing mencegah lebih dari
separuh kesalahan pengobatan yang serius. Penelitian dilakukan dengan mencatat pengurangan kesalahan untuk semua tahap prosesnya. Hasil
ini menunjukkan bahwa penerapan sistem electronic prescribing yang
paling ringan dapat menghasilkan pengurangan
kesalahan yang cukup signifikan.
Sistem ini mencakup menu pilihan dosis, pemeriksaan sederhana obat bius, dan
persyaratan yang ditunjukkan dokter mengenai dosis, rute dan frekuensi penggunaan
obat. Kelebihan lain, sebuah sistem komputer dapat menyelesaikan kesulitan
menerjemahkan resep yang tidak terbaca. Dengan perbaikan tambahan, lebih jauh
lagi pengurangan medication error harus dilakukan melalui pendekatan dan
studi pendahuluan dari sistem lain, dengan melakukan perubahan di mana otomasi
lebih banyak diterapkan pada tahap pemberian dan administrasi obat sehingga
dapat menghasilkan penurunan jumlah kesalahan pengobatan yang bermakna. Dengan
demikian, data ini menambah pengetahuan yang menunjukkan bahwa electronic
prescribing dapat mengurangi
biaya dan meningkatkan kualitas dan menyarankan bahwa rumah sakit harus
mempertimbangkannya sistem seperti itu.
Selain itu, perlu ditambahkan jaringan komunikasi berbasis
pesan untuk tenaga kesehatan yang bertugas
untuk meminimalisasi dering telepon yang berbunyi. Pelatihan secara
berkala antar profesi tenaga kesehatan dapat dilakukan untuk meminimalisasi medication
error dan meningkatkan kerjasama serta komunikasi antar sesama.
DAFTAR
PUSTAKA
Bates. D.W, Jonatahan M, J. Lee, Diane
S., Gilad J., Nell Maluf, Deborah B, Lucian Leape. 1999. The Impact of Computerized Physician Order
Entry on Medication Error Prevention 6(4), 313–321. Diakses 6 Mei 2017
Bates. David W., MD; Lucian L. Leape,
MD; David J. Cullen, MD; Nan Laird, MD; Laura A. Petersen, MD; Jonathan M.
Teich, MD, PhD; Elizabeth Burdick, MS; Mairead Hickey, MD; Sharon Kleefield,
MD; Brian Shea, MD; Martha Vander Vliet, RN; Diane L. Seger, RPh. 1998. Effect of Computerized Physician Order Entry and a Team Intervention on Prevention of Serious Medication Errors. JAMA, Vol. 280, No. 15: 1311-1316
Donsu
Y.Ch, Heedy T., Widdhi B. 2016. Faktor
Penyebab Medication Error Pada Pelayanan Kefarmasian Rawat Inap bangsal Anak
RSUP Prof.Dr Kandou Manado. PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi –
UNSRAT Vol. 5 No. 3 : Manado. Diakses 5 Mei 2017
Minggu, 30 April 2017
Pharmtastic Poster Competition UMC : Formulasi Krim Pencerah Kulit Ekstrak Etanol 70% Centella asiatica
Riset yang dilakukan di Amerika
menggambarkan bahwa 88% dari wanita yang berusia 18 tahun keatas berusaha
mempercantik diri dengan menggunakan kosmetik dan mereka merasa bahwa kosmetik
tersebut akan membuat mereka lebih cantik dan percaya diri (Shannon, 1997).
Maraknya produk pencerah wajah yang muncul di pasaran memicu tren di kalangan
wanita untuk memiliki kulit yang cerah agar dianggap cantik. Wanita Indonesia
yang memiliki kulit berwarna cenderung kecoklatan, akibat teriknya matahari di
negara yang beriklim tropis, menimbulkan ide bagi perusahaan untuk membuat
inovasi baru dibidang kosmetika. Kulit
yang cerah dan bersih akan membuat wanita Indonesia tampil menjadi lebih cantik
dan memesona. (Indarti, 2010). Pegagan
(Centella asiatica) diketahui memiliki beberapa kandungan yang berkhasiat
sebagai antioksidan yang kemudian dalam lingkup kosmetika digunakan sebagai
pencerah (Seevaratnam dkk., 2012). Senyawa medekassoid dalam ekstrak etanol 70%
Centella asiatica memiliki aktivitas untuk mencerahkan kulit dengan menghambat sintesis melanin. Salah satu
bentuk sediaan yang dapat digunakan untuk kosmetika dengan bahan dasar ekstrak
etanol 70% Centella asiatica adalah bentuk Krim. Krim adalah bentuk sediaan
setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau
terdispersi dalam basis yang sesuai. Sediaan Krim memiliki kelebihan lebih
mudah tercucikan dengan air jika dibandingkan dengan sediaan salep, lebih akseptabel, dan tidak menimbulkan
bekas. (USP 32-NF 27, 2009)
Centella asiatica
Kultur
histologi rekonstruksi epidermis,
pemberian medakassoid menurunkan sintesis melanin
Prosedur Ekstraksi
Formula Krim
Prosedur Pembuatan Krim
Berdasarkan riset yang dilakukan
oleh Kementrian Perdagangan (2014), nilai ekspor produk herbal Indonesia tahun
2013 mencapai US$ 23,44 juta, sedangkan nilai ekspor pada periode Januari-Juni
2014 sebesar US$ 29,13 juta, mengalami peningkatan 600% dari nilai ekspor pada periode Januari-Juni
2013. Berdasarkan hal ini produk herbal
seperti krim pencerah kulit yang berasal dari Centella asiatica sangat
berpeluang untuk menembus pasar dan memikat hati masyarakat.
Daftar Pustaka
Indarti. (2010). Analisis
Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan Konsumen Kosmetika dalam Keputusan Pembelian
Produk Pencerah Wajah ( Studi Pada Mahasiswi Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen
Beberapa Perguruan Tinggi Swasta di Malang ), 13(4).
Kementrian Perdagangan Republik
Indonesia. (2014). Warta Ekspor: Obat Herbal Tradisional. Jakarta : Kementrian
Perdagangan Republik Indonesia
Shannon. 1997. Women at The
Cosmetics Center, American Demograpich (ADE), Vol 19 Iss:3 Date: Maret P-4-
Anonymmous. 2009. United States
Pharmacopeia 32 National Formulary 27.
Seevaratnam, Vasantharuba, P.
Banumathi, Dkk. 2012. Functional Properties
Of Centella Asiatica (L.): A
Review. Tamil Nadu Agricultural University,
Madurai, India.
Sabtu, 08 April 2017
Review Artikel : Insulin aspart vs. human insulin in the management of long-term blood glucose control in Type 1 diabetes mellitus: a randomized controlled trial
1.
Susunan
Penulisan
Terdiri
dari :
a. Abstrak
à
meliputi tujuan, metode, hasil, dan kesimpulan
b. Terdapat
keywords
c. Introduction à penjelasan latar belakang
penelitian dan objektif dalam satu paragraph (tidak dipisahkan)
d. Metode
à
meliputi desain penelitian, kriteria inklusi dan eksklusi, kelompok kontrol
(pasien yang menggunakan human insulin)
dan kelompok perlakuan (pasien yang menggunakan insulin aspart), randomisasi, endpoints, perhitungan jumlah sampel,
dan analisis statistic
e. Hasil
à meliputi karakteristik responden berupa data
demografi, terdapat pasien yang drop out
karena meninggal, data terkualifikasi (dapat dimanfaatkan untuk penelitian
selanjutnya)
f. Diskusi
à
meliputi interpretasi hasil
g. Acknowledgements à Penelitian merupakan bagian
dari program Novo Nordisk A/S dan dikonsultasikan pada PDH din Universitas
Newcastle
h. Terdapat
reference yang kredibel dan terkemuka
i.
2.
Judul
a. Judul
sudah menyebutkan “Randomized Controlled
Trial”
b. Judul
sudah mencerminkan penelititian
c. Judul
kurang singkat, lebih dari sepuluh kata
3.
Jurnal
dan Penulis
a. Artikel
tidak ada editorial board, peer review.
b. Artikel
bukan merupakan good reputation journal,
tidak ditemukan di “Scimago”
c. Artikel
ada conflict of interest, yaitu Novo Nordisk
d. Artikel
bukan merupakan jurnal suplemen dan bukan merupakan abstract book
4.
Abstrak
a. Terdiri
atas 273 kata (kurang dari 500 kata)
b. Penjelasan
mencakup semua bagian dan dijelaskan secara singkat namun tetap perlu untuk
membaca semua artikel agar lebih paham isi artikel
5. Introduction
a. Backround
jelas mencerminkan alasan dan tujuan
penelitian yang jelas. Tujuan penelitian mengevaluasi efek insulin aspart
sebagai insulin yan dipengaruhi oleh makanan dalam penggunaan klinis jangka
panjang.
b. Penelitian
atau teori sebelumnya disitasi dan relevan dengan penelitian yang akan
dilakukan
6.
Metode-Subject
a. Dalam
penelitian artikel ini dijelaskan kriteria inklusi dan eksklusi yang sesuai
dengan tujuan penelitian
b. Jumlah
sampel yang diambil memenuhi syarat penelitian
c. Sampel
dapat merepresentasikan populasi pengidap diabetes di benua Eropa karena
penelitian ini dilakukan pada delapan negara di Eropa
d. Proses
pemilihan subjek tidak dijelaskan, akan tetapi sumber subjek jelas dari delapan
negara di Eropa yaitu Austria, Denmark, Finlandia, Jerman, Norwegia, Swedia,
Swiss dan Inggris
e. Pada
penelitian ini hanya dijelaskan bahwa penelitian dilakukan di 88 European
centre di delapan negara di Eropa
7.
Metode-Desain
Penelitian
a. Terdapat
kelompok kontrol yaitu pasien yang diberikan terapi human insulin dan kelompok perlakuan
yaitu pasien yang diberikan terapi insulin aspart
b. Kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan mendapatkan perlakuan yang sama
c. Desain
sesuai untuk mendapatkan sesuai dengan tujuan penelitian
d. Proses
randomisasi hanya dijabarkan pada hasil, di bagian metode kurang dijelaskan
8.
Metode-Treatment
Adanya
potensi interaksi atau efek samping seperti hipoglikemi. Potensi interaksi
dapat diukur melalui analisis biokimia yaitu HbA1c.
9.
Metode
Pengukuran Hasil
a. End point jelas,
yaitu membandingkan tipe insulin
b. Tidak
disebutkan apakah pengukuran sudah valid dan reliabel
c. Kepatuhan
minum obat tidak diukur
10. Analisis Data
a. Tipe
data tidak disebutkan, namun reviewer menyimpulkan
bahwa data memiliki tipe data rasio karena data yang didapatkan memiliki
tingkatan, memiliki operasi matematis (perhitungan HbA1c), dan memiliki nilai
nol.
b. H0
dan H1 tidak disebutkan
c. P value disebutkan, yaitu kurang dari 0,05
d. Analisis
dapat dipertanggungjawabkan karena terdapat hasil dari analisis tersebut
e. Tipe
analisis disebutkan yaitu menggunakan ANOVA, uji regresi, dan uji hubungan
menggunakan Pearson
11. Hasil
a. Demografi
subjek terdapat di dalam artikel, meliputi usia, jenis kelamin, etnik, BMI,
gaya hidup (merokok), lama menderita diabetes
b. Analisis
statistik sesuai yang tercantum dalam metode
c. Data
yang didapatkan memiliki distribusi normal
d. P value disebutkan, yaitu kurang dari 0,05
e. Hasilnya
dapat dimanfaatkan untuk penelitian selanjutnya karena didapatkan perbedaan
dari penggunaan insulin aspart dan human insulin yang signifikan
f. Jumlah
disertai presentase
g. Efek
samping yang sudah pasti terjadi yaitu hipoglikemi. Efek samping lain yaitu
komplikasi mikrovaskular disebutkan namun tidak dijelaskan secara jelas
h. Teks,
gambar, tabel jelas
i. Terdapat
pasien yang drop out, dalam artikel
dijelaskan karena pasien meninggal
12. Diskusi dan Kesimpulan
a. Hasil
penelitian sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai
b. Terdapat
penjelasan singkat mengenai temuan
c. Dibandingkan
dengan penelitian lain, yaitu tujuan terapi dari penggunaan insulin aspart
13. Bibliografi
a. Daftar
pustaka yang dicantumkan semuanya berasal dari sebelum tahun 2000 sehingga
tidak terkini
b. Reference
yang dicantumkan berasal dari sumber yang kredibel dan terkemuka
c. Sitasi
yang dipakai dan daftar pustaka yang tercantum sesuai dan lengkap
d. Terdapat
pernyataan terkait pihak yang bekerjasama dan mendukung penelitian ini
sekaligus pihak yang memberikan pendanaan untuk penelitian yaitu dari Novo
Nordisk A/S
Download Artikelhttps://drive.google.com/file/d/0B6iK-zuCXbSZdUF1bVZCaU02dmc/view?usp=sharing
Selasa, 04 April 2017
KKN BBM Universitas Airlangga 54
Kabupaten Sampang 19 Juli - 12 Agustus 2016. Edisi kangen Desa Kodak Kecamatan Torjun Kabupaten Sampang. Apa kabar Pak Arif, Bu Ita, Novita, Eza, Ainun, Mas Isol, dkk disanaaa
SDN Kodak 1. Anak SD disana pada semangat belajar
Bersama SDN Kodak 2
Sosialisasi Narkoba Di SMP Islam An-Nur Kodak. Proker lumayan rempong soalnya ada Badan Narkotika Kabupaten Sampang
Penyerahan Plakat dari Tim KKN-BBM 54 Unair di Desa Kodak untuk BNK Sampang
(Waktu itu perut menyusut dan kulit menghitam hihihi)
Sehabis Proker ya main, salah satu keindahan Kabupaten Sampang, Air Terjun Toroan
Mbak Siwi, Alif, Vita, Indira, Hera, Faza, Mbak Mery, Brina, Nadira, Aku
Ini yang paling ngangenin, Eza. apa kabar?
Habis main sama Eza mbatin rasanya kok enak kalau ada anak kecil di rumah ya.., terus Ibuk di Malang telepon kalau Mas Adit bakal jadi Bapak, Mbak Vida Hamil berapa minggu gitulah lupa pokoknya. Sembilan bulan berlalu kangen banget Desa Kodak gak sempet kesana masih banyak tugas, kuliah, praktikum, naskah skripsi, ngelab, dan sebagainya...Oiya ini ponakanku, yang mbatin habis main sama Eza (ya feeling antara adik dan kakak benar benar terjalin). Senapati Praditya lahir di Malang, 27 Maret 2017.
Sabtu, 01 April 2017
Konsep Sehat
1. Konsep
Sehat dan Sakit Menurut WHO
Menurut
WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna
baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan (WHO, 1947).
Definisi
WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat meningkatkan
konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994) :
1. Memperhatikan individu sebagai sebuah
sistem yang menyeluruh.
2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi
lingkungan internal dan eksternal.
3. Penghargaan terhadap pentingnya peran
individu dalam hidup.
2. Sehat
menurut Depkes RI
UU
No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa :
Kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup
produktif secara sosial dan ekonomi.
3. CIRI-CIRI SEHAT
Kesehatan fisik terwujud apabila
sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang
secara objektif tidak tampak sakit.Semua organ tubuh berfungsi normal atau
tidak mengalami gangguan.
Kesehatan mental (jiwa)
mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.
·
Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalur
pikiran.
·
Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikanemosinya,
misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
·
Spiritual
sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian,
kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan
Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya
sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.
·
Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan
dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras,
suku, agama atau
kepercayan, status sosial, ekonomi,
politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
·
Kesehatan dari
aspek ekonomi terlihat bila
seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan
sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara
finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa)
dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh
sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial,
yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupanmereka
nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa,
dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia
lanjut.
4. Paradigma
Sehat
Paradigma
sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang bersifat
holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai
masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral,
dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan per -
lindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan
penduduk yang sakit.
Pada
intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang bersifat
pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi sumber daya
untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat namun teta p mengupayakan yang sakit
segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan tersebut menekankan pada masyarakat
untuk mengutamakan kegiatan kesehatan daripada mengobati penyakit
5. Sistem
Kesehatan Nasional
Menurut
Perpres 72 Tahun 2012, Sistem Kesehatan Nasional adalah pengelolaan kesehatan yang
diselenggarakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. SKN perlu dilaksanakan dalam konteks pembangunan kesehatan
secara keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial, antara lain
kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga,
distribusi kewenangan, keamanan, sumber daya, kesadaran masyarakat, serta
kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-masalah tersebut
SKN disusun dengan memperhatikan pendekatan
revitalisasi pelayanan kesehatan dasar (primary health care) yang meliputi
cakupan pelayanan kesehatan yang adil dan merata, pemberian pelayanan kesehatan
berkualitas yang berpihak kepada kepentingan dan harapan rakyat, kebijakan
kesehatan masyarakat untuk meningkatkan dan melindungi kesehatan masyarakat,
kepemimpinan, serta profesionalisme dalam pembangunan kesehatan.
Mengacu pada substansi
perkembangan penyelenggaraan pembangunan kesehatan dewasa ini serta pendekatan
manajemen kesehatan tersebut diatas, maka subsistem yang mempengaruhi pencapaian
dan kinerja Sistem Kesehatan Nasional di Indonesia meliputi:
1. Upaya
Kesehatan : Upaya kesehatan di Indonesia belum
terselenggara secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan
upaya kesehatan yang bersifat peningkatan (promotif), pencegahan (preventif),
dan pemulihan (rehabilitasi) masih dirasakan kurang. Memang jika kita pikirkan
bahwa masalah Indonesia tidak hanya masalah kesehatan bahkan lebih dari sekedar
yang kita bayangkan, tapi jika tahu bahwa dalam hal ini kita masih dalam proses
dimana bagai sebuah ayunan yang mana pasti akan menemukan titik temu dan kita
dapat menunggu, tapi kapankah hal ini...kita tunggu yang lebih baik. Untuk
dapat mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya perlu
diselenggarakan berbagai upaya kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi
bangsa Indonesia.
2. Pembiayaan
Kesehatan : Pembiayaan kesehatan di Indonesia masih rendah, yaitu
hanya rata-rata 2,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau rata-rata antara USD
12-18 per kapita per tahun. Persentase ini masih jauh dari anjuran Organisasi
Kesehatan Sedunia yakni paling sedikit 5% dari PDB per tahun. Sementara itu
anggaran pembangunan berbagai sektor lain belum sepenuhnya mendukung
pembangunan kesehatan. Pembiayaan kesehatan yang kuat, terintegrasi, stabil,
dan berkesinambungan memegang peran yang amat vital untuk penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.
3. SDM
Kesehatan : Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumber
daya manusia kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitasnya,
serta terdistribusi secara adil dan merata, sesuai tututan kebutuhan
pembangunan kesehatan. Sumber Daya Manusia Kesehatan dalam pemerataannya masih
belum merata, bahkan ada beberapa puskesmas yang belum ada dokter, terutama di
daerah terpencil. Bisa kita lihat, rasio tenaga kesehatan dengan jumlah
penduduk masih rendah. Produksi dokter setiap tahun sekitar 2.500 dokter baru,
sedangkan rasio dokter terhadap jumlah penduduk 1:5000. Produksi perawat setiap
tahun sekitar 40.000 perawat baru, dengan rasio terhadap jumlah penduduk
1:2.850. Sedangkan produksi bidan setiap tahun sekitar 600 bidan baru, dengan
rasio terhadap jumlah penduduk 1:2.600. Namun daya serap tenaga kesehatan oleh
jaringan pelayanan kesehatan masih terbatas. Hal ini bisa menjadi refleksi bagi
Pemerintah dan tenaga medis, agar terciptanya pemerataan tenaga medis yang
memadai.
4. Sumber
daya Obat, Perbekalan Kesehatan, dan Makanan : Meliputi berbagai
kegiatan untuk menjamin: aspek keamanan, kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan makanan yang beredar; ketersediaan, pemerataan, dan
keterjangkauan obat, terutama obat esensial; perlindungan masyarakat dari
penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat; penggunaan obat yang rasional;
serta upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber
daya dalam negeri. Industri farmasi di Indonesia saat ini cukup berkembang
seiring waktu. Hanya dalam hal ini pengawasan dalam produk dan obat yang ada.
Perlunya ada tindakan yang tegas, ketat dalam hal ini.
5. Pemberdayaan
Masyarakat : Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi optimal
apabila ditunjang oleh pemberdayaan masyarakat. Ini penting, agar masyarakat
termasuk swasta dapat mampu dan mau berperan sebagai pelaku pembangunan
kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari
partisipasi aktif masyarakat. Dalam hal ini agar tercapainya Indonesia Sehat
2010 juga dibutuhkan. Sayangnya pemberdayaan masyarakat dalam arti mengembangkan
kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat dalam mengemukakan pendapat dan
mengambil keputusan tentang kesehatan masih dilaksanakan secara terbatas.
Kecuali itu lingkup pemberdayaan masyarakat masih dalam bentuk mobilisasi
masyarakat. Sedangkan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pelayanan, advokasi
kesehatan serta pengawasan sosial dalam program pembangunan kesehatan belum
banyak dilaksanakan.
6. Manajemen
Kesehatan : Meliputi: kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan,
hukum kesehatan, dan informasi kesehatan. Untuk menggerakkan pembangunan
kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna, diperlukan manajemen
kesehatan. Manajemen kesehatan sangatlah berpengaruh juga, karena dalam
hal ini yang memanage proses, tetapi keberhasilan manajemen kesehatan sangat
ditentukan antara lain oleh tersedianya data dan informasi kesehatan, dukungan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, dukungan hukum kesehatan
serta administrasi kesehatan. Jika tidak tersedianya hal ini maka bisa jadi
proses manajemen akan terhambat/ bahkan tidak berjalan. Sebenarnya, jika kita
menengok sebentar bagaimana proses pemerintah bekerja, selalu berusaha dan
berupaya yang terbaik, baik juga tenaga medis. Hanya saja dalam prosesnya
terdapat sebuah kendala baik dalam SDM pribadi ataupun sebuah pemerintahan itu.
Bisa jadikan renungan bagaimana kita bisa membuat sebuah sistem yang lebih baik
dengan input-proses-dan output yang bisa menghasilkan sebuah kebanggaan dan
sebuah tujuan bersama
Langganan:
Postingan (Atom)