PENDAHULUAN
“National
Coordinating Council for Medication Error Reporting and Preventing (NCC MERP)
mendefinisikan Medication Error sebagai kejadian yang dapat menyebabkan
penggunaan obat yang tidak tepat atau menimbulkan bahaya terhadap pasien,
sementara obat tersebut diawasi profesional kesehatan, pasien, atau konsumen
yang sebenarnya dapat dicegah. Kejadian semacam ini terkait dengan praktik
profesional, produk perawatan kesehatan, prosedur, dan sistem, meliputi prescribing; order communication; product labeling, packaging, and nomenclature; compounding; dispensing; distribution; administration; education; monitoring; dan penggunaan obat”. (NCC MERP, 2017)
STUDI KASUS
Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Yosefien Ch. Donsu1, Heedy Tjitrosantoso dan Widdhi Bodhi dengan judul “Faktor Penyebab Medication Error Pada Pelayanan Kefarmasian Rawat Inap Bangsal Anak RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado” bertujuan untuk mengetahui penyebab Medication Error
pada fase prescribing, dispensing, dan administration pada
rawat inap bangsal anak RSUP Prof,Dr.R.D. Kandou Manado. Pada penelitian ini
dilakukan penelitian survey deskriptif dengan teknik pengambilan data menggunakan
kuesioner yang dibagikan kepada apoteker, asisten apoteker, perawat dan dokter
yang berada di rawat indap bangsal anak RSUP Prof. Dr. R.D.Kandou Manado. Data
yang didapat dianalisis dengan menggunakan analisis univariat.
PEMBAHASAN
Pada Fase Prescribing
sumber utama medication error adalah faktor beban kerja tenaga kesehatan. Dari data yang didapatkan
responden menyatakan rasio antara beban kerja dengan sumber daya manusia tidak
seimbang. Kualitas pelayanan berkurang apabila beban kerja semakin
meningkat. Tulisan dokter yang tidak
dapat dibaca , resep yang tidak lengkap, pencahayaan yang kurang, gangguan
telepon, dan permintaan obat secara lisan dapat menyebabkan medication error
disamping alasan utama yang telah disebutkan.
Pada
Fase Dispensing faktor
edukasi dan komunikasi merupakan penyebab medication error. Dari data
yang disebutkan responden menyatakan pernah ada obat yang diterima dari depo
farmasi tertukar terutama untuk obat LASA (look alike sound alike).
Perbekalan farmasi yang kurang baik juga merupakan faktor yang
menyebabkan medication error. Apabila obat yang diperlukan oleh pasien
tidak tersedia maka hal ini dirasa merugikan bagi pasien. Dari segi lingkungan,
area khusus dispensing obat dirasa sangat diperlukan untuk menghindari kesalahan saat dispensing obat. Gangguan saat
bekerja juga dirasakan bagi responden
seperti dering telepon yang berbunyi secara tiba tiba.
Pada Fase administration
responden mengeluhkan beban kerja yang tidak seimbang dengan jumlah SDM. Beban
kerja yang tidak seimbang juga akan meningkatkan resiko medication error.
Responden juga mengeluhkan seperti gangguan kerja yang disebabkan oleh dering telepon, edukasi yang
kurang terkait dengan waktu pemberian obat sehingga menyebabkan obat sering
diberikan pada waktu yang tidak tepat, jarak
antara depo farmasi dan bangsal yang terlalu jauh serta komunikasi antara
tenaga medis dan keluarga yang kurang baik akibat keluarga yang kurang
kooperatif.
DISKUSI
Dari uraian diatas menurut kelompok kami medication error yang
terjadi dapat dicegah dengan electronic prescribing . Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh David et al. (1999), electronic prescribing dapat
menurunkan frekuensi medication error yang dapat merugikan pasien.
Penurunan frekuensi medication error dapat terjadi akibat permintaan
obat yang terstruktur dan dapat diperiksa kembali (double check). Penelitiannya pada tahun 1998 juga menemukan
bahwa menggunakan sistem electronic prescribing mencegah lebih dari
separuh kesalahan pengobatan yang serius. Penelitian dilakukan dengan mencatat pengurangan kesalahan untuk semua tahap prosesnya. Hasil
ini menunjukkan bahwa penerapan sistem electronic prescribing yang
paling ringan dapat menghasilkan pengurangan
kesalahan yang cukup signifikan.
Sistem ini mencakup menu pilihan dosis, pemeriksaan sederhana obat bius, dan
persyaratan yang ditunjukkan dokter mengenai dosis, rute dan frekuensi penggunaan
obat. Kelebihan lain, sebuah sistem komputer dapat menyelesaikan kesulitan
menerjemahkan resep yang tidak terbaca. Dengan perbaikan tambahan, lebih jauh
lagi pengurangan medication error harus dilakukan melalui pendekatan dan
studi pendahuluan dari sistem lain, dengan melakukan perubahan di mana otomasi
lebih banyak diterapkan pada tahap pemberian dan administrasi obat sehingga
dapat menghasilkan penurunan jumlah kesalahan pengobatan yang bermakna. Dengan
demikian, data ini menambah pengetahuan yang menunjukkan bahwa electronic
prescribing dapat mengurangi
biaya dan meningkatkan kualitas dan menyarankan bahwa rumah sakit harus
mempertimbangkannya sistem seperti itu.
Selain itu, perlu ditambahkan jaringan komunikasi berbasis
pesan untuk tenaga kesehatan yang bertugas
untuk meminimalisasi dering telepon yang berbunyi. Pelatihan secara
berkala antar profesi tenaga kesehatan dapat dilakukan untuk meminimalisasi medication
error dan meningkatkan kerjasama serta komunikasi antar sesama.
DAFTAR
PUSTAKA
Bates. D.W, Jonatahan M, J. Lee, Diane
S., Gilad J., Nell Maluf, Deborah B, Lucian Leape. 1999. The Impact of Computerized Physician Order
Entry on Medication Error Prevention 6(4), 313–321. Diakses 6 Mei 2017
Bates. David W., MD; Lucian L. Leape,
MD; David J. Cullen, MD; Nan Laird, MD; Laura A. Petersen, MD; Jonathan M.
Teich, MD, PhD; Elizabeth Burdick, MS; Mairead Hickey, MD; Sharon Kleefield,
MD; Brian Shea, MD; Martha Vander Vliet, RN; Diane L. Seger, RPh. 1998. Effect of Computerized Physician Order Entry and a Team Intervention on Prevention of Serious Medication Errors. JAMA, Vol. 280, No. 15: 1311-1316
Donsu
Y.Ch, Heedy T., Widdhi B. 2016. Faktor
Penyebab Medication Error Pada Pelayanan Kefarmasian Rawat Inap bangsal Anak
RSUP Prof.Dr Kandou Manado. PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi –
UNSRAT Vol. 5 No. 3 : Manado. Diakses 5 Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar